Oleh Abdul Aziz Setiawan
Ide untuk membangun kesepakatan perdagangan bebas multilateral (free trade agreements) di kalangan negara Islam sudah lama diserukan. Ide ini juga mengemuka lagi dalam pertemuan World Islamic Economic Forum (WIEF/Forum Ekonomi Islam Dunia) yang digelar akhir tahun lalu, dimana Perdana Menteri Pakistan, Shaukat Aziz mengajak negara Islam untuk segera membentuk pasar bersama dan mengembangkan ekonomi umat. Kerja sama tersebut tentunya diharapkan akan dapat meningkatkan perdagangan dan investasi sehingga nantinya bisa meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan di Dunia Islam.
Kita bersyukur, negara-negara anggota OKI yang bertemu dalam WIEF tersebut akhirnya sepakat membentuk pasar bersama dan akan berusaha meningkatkan kerjasama ekonomi bagi Dunia Islam, terutama untuk mengurangi kemiskinan. Kesepakatan tersebut dicapai setelah tiga hari menggelar pertemuan di Petaling Jaya, Kuala Lumpur. Dalam deklarasi bersama tersebut, setiap pemerintahan negara Islam diminta memfasilitasi pertemuan perdagangan dan bisnis sebagai follow-up. Adapun rencana perdagangan bebas akan diwujudkan secara bertahap dimulai di tingkat sub-regional, regional hingga semua negara Islam menjalin perdagangan bebas. Investasi dan pembangunan infrastruktur seperti jalan raya, telekomunikasi dan listrik di negara Islam juga disebut dalam deklarasi bersama tersebut. Juga, kerja sama untuk pendidikan dan pelatihan bagi pengusaha Muslim dan pengusaha Muslimah serta pengembangan bidang teknologi informasi.
Ini adalah deklarasi yang menggembirakan, meski untuk menuju kearah realisasi kerjasama yang ideal masih ada beberapa hal yang harus diselesaikan. Sebagaimana disampaikan Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Ahmad Badawi yang kini juga menjabat sebagai ketua OKI, yang meminta upaya sungguh-sungguh perealisasian rencana kerja sama tersebut, �jangan hanya retorika saja. Kekhawatiran Badawi ini sangat beralasan, karena sampai saat ini negara Islam lebih suka menjalin kerja sama dengan bukan negara anggota OKI. Hal ini yang kemudian mengakibatkan performa kerjasama anggota OKI, terutama dalam bidang ekonomi menjadi buruk dan tidak menghasilkan output yang optimal untuk menghasilkan kesejahteraan bersama bagi Dunia Islam.
Potensi Melimpah dan Ironi
Umat Islam hari ini sesungguhnya memiliki potensi yang sangat besar jika mau bersatu. Dengan memiliki visi bersama dan semangat kerjasama yang tinggi diharapkan dunia Islam akan dapat menjadi kekuatan penyeimbang baru dalam percaturan ekonomi internasional, yang sekarang didominasi oleh AS, Uni Eropa, Jepang dan Cina. Umat Islam hari ini memiliki jumlah SDI sekitar 19 persen dari total penduduk dunia. Dari segi sumber daya alam, dunia Islam juga amat potensial, dimana Timur Tengah saja menguasai 66 persen cadangan minyak dunia, secara total dunia Islam menguasai 77 persen. Ini cukup untuk kebutuhan 75 tahun mendatang. Selain itu 90 persen cadangan hidro karbon dunia berada di Dunia Islam.
Sayangnya potensi yang besar ini tidak diikuti dengan kinerja ekonomi yang membaik. Dimana GDP negara Islam baru sekitar 8 persen atau 1,7 triliun dolar AS dibanding ekonomin global. Selain itu total perdagangan di negara Islam hanya 7-8 persen dari perdagangan internasional. Sementara, angka perdagangan bilateral hanya 13 persen dari total perdagangan negara Islam. Hal inilah kemudian yang juga menyebabkan berbagai persoalan ekonomi yang menjangkiti dunia Islam terutama kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan pendapatan. Kenyataan ini menunjukan fenomena ironis dan anomali yang menyimpang dari konsep pembangunan yang telah diletakan oleh pemikir ekonomi Islam terdahulu.
Sebagaimana sudah diingatkan oleh Ibnu Khaldun (w.808/1406) kekayaan sumberdaya yang melimpah cenderung memerangkap bangsa-bangsa untuk bergantung dan tidak produktif. Dalam pemikiran Ibnu Khaldun, bahwa kekayaan dan pembangunan sebuah bangsa tidak bisa hanya bergantung pada keberadaan tambang emas dan perak. (kekayaan sumberdaya). Kekayaan dan pembangunan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh aktivitas ekonomi yang mencakup keluasan jumlah dan pembagian tenaga kerja, luasnya pasar, kecukupan tunjangan dan fasilitas yang disediakan oleh negara, serta riset dan teknologi yang pada gilirannya tergantung pada investasi dari hasil tabungan atau surplus yang dihasilkan setelah memenuhi kebutuhan masyarakat. Semakin banyak aktivitas ekonomi yang dilakukan maka pendapatan negara akan semakin besar. Pendapatan yang besar akan memberikan kontribusi terhadap tingkattabungan yang lebih tinggi dan investasi yang lebih besar untuk riset dan teknologi dan dengan demikian akan ada kontribusi yang lebih besar di dalam pembangunan dan kesejahteraan sebuah bangsa.
Tantangan Menuju Pasar Bersama
Untuk membentuk pasar bersama dan meningkatkan kerjasama ekonomi bagi Dunia Islam ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kerjasama tersebut menjadi efektif dan memperkuat implementasinya.
Pertama, pembangunan kawasana dapat mulai dijalankan secara bertahap. Pembentukan kawasan bebas perdagangan bisa dirintis dari sub-sub regional seperti di Timur Tengah, Afrika, Asia Selatan dan Asia Tenggara sehingga nanti akan memudahkan tahapan integrasi berikutnya. Hubungan perdagangan ini diharapkan saling menguntungkan dan mengoptimalkan keunggulan sumberdaya dan produksi masing-masing. Tentu saja keberpihakan sangat penting dalam mengutamakan produk dan jasa dari anggota pakta perdagangan ini. Surplus keuangan dan komoditas, harus dikelola secara profesional di kalangan negara Islam untuk kesejahteraan bersama, bukan hanya untuk segelintir elit penguasa dan pengusaha. Ibnu Khaldun telah pula mengingatkan tentang hal ini bahwa kekayaan tidak akan berkembang bila tabungan ditimbun dan ditumpuk oleh sekelompok elit masyarakat. Kekayaan akan tumbuh dan bertambah di saat kekayaan tersebut dihabiskan untuk kesejahteraan masyarakat, memenuhi hak-hak masyarakat, serta mengurangi penderitaan masyarakat.
Kedua, perdagangan dan investasi di dunia Islam membutuhkan keberpihakan aliran dana-dana Islam yang dimiliki investor muslim. Salah satu kenyataan hari ini menunjukan, dana-dana surplus milik investor muslim terutama dari negeri-negeri petro dolar yang besar hari ini belum mengalir ke Dunia Islam. Sebagai contoh bukti, konfirmasi negara terbanyak berinvestasi di Indonesia misalnya adalah Singapura senilai 509,4 miliar dollar AS, Perancis 224,3 miliar dollar AS, Korea Selatan (173,4 miliar dollar AS), Belanda (163,9 miliar dollar AS), Jepang (133,6 miliar dollar AS), Inggris (69,5 miliar dollar AS). Lalu dimana dana-dana Timur Tengah yang disimpan di bank Amerika yang telah ditarik keluar dari AS pasca peristiwa 9/11 lalu ? Dana yang ditarik investor Arab dari Amerika diperkirakan mencapai 1,4 triliun dolar AS (sekitar Rp 12.600 triliun). Ada khabar yang mengecewakan bahwa dana tersebut ternyata malah mengalir kewilayah Cina, Vietnam dan Korea sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
baru.
Ketiga, untuk mendukung pasar bersama ini tentunya dibutuhkan mata uang bersama. Negara anggota OKI sudah saatnya menggunakan mata uang bersama dalam bentuk dinar emas. Ini seperti yang dilakukan negara-negara Eropa dengan Euro-nya. Seharusnya negara-negara OKI bisa mewujudkan hal itu, negara-negara Eropa yang ratusan tahun saling berperang saja bisa mewujudkan hal ini, apalagi dunia Islam yang banyak memiliki kesamaan. Tiap-tiap negara OKI bisa memiliki mata uang dinar sendiri, misal dinar Saudi, dinar Iran, dan dinar Indonesia yang nilainya sama dan berlaku di seluruh dunia. Dengan konversi dari ketergantungan dolar AS ke dinar emas akan mengurangi kebutuhan akan dolar AS sehingga bisa mengamankan nilai tukar mata uang negara-negara OKI. Selama ini salah satu penyebab keterpurukan ekonomi Dunia Islam juga diakibatkan melemahnya nilai tukar mata uang masing-masing terhadap dolar AS karena permintaan dolar yang makin tinggi. Dalam sistem ekonomi global ini, siapa yang bisa menguasai mata uang dialah yang akan menguasai ekonomi. Akhirnya penguasa ekonomi adalah juga penguasa dunia, inilah yang dilakukan Amerika saat ini dengan menjadikan dan menguasai dolar sebagai mata uang dunia.
Berikutnya, yang keempat dunia Islam perlu segera membangun sistem keuangan Islam yang terintegrasi. Baik perbankan, pasar modal dan institusi keuangan syariah lainnya. Kita membutuhkan penguatan pendanaan dan peran Islamic Development Bank (IDB), sebagai World Bank-nya Dunia Islam. Selain itu kita juga membutuhkan Dana Moneter Islam Internasional (semacam IMF), yang skema pembiayaanya bebas bunga. Dengan demikian integrasi sistem perekonomian akan semakin kokoh.
Selanjutnya yang kelima dan sangat mendesak, Dunia Islam harus mampu keluar dari perangkap konsep negara bangsa (nation state). Batas-batas nation state selama ini telah memisah-misahkan dunia Islam semakin jauh dari kerbersamaan dan medorong egoisme yang tinggi bagi kepentingan masing-masing negara. Selain itu kebanyakan negara-negara Islam juga masih menghadapi permasalahan konflik kepentingan masing-masing elit penguasa untuk menangguk keuntungan dan keberlanjutan kekuasaan di negara masing-masing. Sehingga mengakibatkan terlantarnya agenda-agenda pengingkatan pembangunan Dunia Islam dan peningkatan kesejahteraan umat secara keseluruhan. Apabila tantangan tersebut bisa dilalui, Insya Allah pasar bersama Dunia Islam akan lebih efektif dan membawa kemaslahatan bagi umat, dan lebih penting lagi tidak sekedar menjadi retorika. Wallahu a'lam bi al-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Memberikan Komentar