Kamis, 14 Agustus 2008

REFLEKSI 100 TAHUN KEBANGKITAN NASIONAL :

Kemanakah Indonesia akan melangkah???

Oleh : Ps Reza *)

Pada tanggal 20 Mei 2008 silam, seluruh elemen dalam bangsa ini larut dalam kegembiraan menyambut datangnya Hari Kebangkitan Nasional yang genap berumur 100 tahun. Sebuah pencapaian yang fantastis bagi suatu Negara bernama Indonesia. Apalagi sebelum itu, Indonesia mendapatkan kebanggaan menjadi tuan rumah perhelatan bergengsi Thomas – Uber, dimana Indonesia mencanangkan untuk merebutnya kembali dari Cina yang telah terlalu lama “mengambilnya” Suatu moment yang tepat untuk memberikan hadiah bagi bangsa yang akan merayakan suatu hajatan besar, walaupun pada akhirnya gagal dalam usahanya untuk menggoyahkan hegemoni China, event itu tetaplah dapat dianggap sebagai penyemarak dalam penyambutan Hari Kebangkitan Nasional. Maka tidaklah mengherankan, jika banyak terdapat pengharapan dan ekspektasi didalamnya, agar dapat disinergikan untuk menuju kearah Indonesia yang lebih baik .

Semua pasti telah mengetahui dasar pijakan pencanangan Hari Kebangkitan Nasional adalah hari lahirnya sebuah organisasi Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 silam. Organisasi yang lahir karena himpitan ketidakadilan dan ketidakberdayaan bangsa ini menghadapi masa Kolonial Belanda. Apakah setelah 100 tahun, bangsa ini telah berhasil melepaskan diri dari kungkungan ketidakadilan dan ketidakberdayaan seperti yang terjadi kala itu. Dengan sangat berat hati, penulis menjawab BELUM, dengan huruf besar semua yang menandakan bahwa bangsa ini belum lepas bahkan kalau boleh saya mengatakan bangsa ini masih terjajah dalam bentuk kolonial baru yang jamak disebut neo – kolonialisme yaitu dalam penjajahan ekonomi. Berikut ini adalah pencapaian buruk bangsa ini selama 100 tahun Kebangkitan Nasional. Tanpa mengesampingkan pencapaian positifnya, penulis ingin agar pencapaian buruk tersebut dapat dijadikan refleksi sehingga tidak terulang kembali nantinya

Negara ini memiliki semua syarat untuk menjadi bangsa yang besar . pertama mungkin letak yang sangat strategis diantara lintasan percaturan ekonomi dunia, kedua memiliki jumlah penduduk yang mencapai 230 juta jiwa yang mana kebanyakan termasuk dalam usia produktif dan menahbiskan diri sebagai sebagai negara kelima dalam hal kepadatan penduduk. Dari situ dapat kita lihat besarnya angkatan kerja yang dapat diorganisir untuk terus melakukan pembangunan. Dan yang terakhir mungkin Sumber Daya Alam yang kita miliki baik didarat maupun dilaut. Tambang apa yang tidak kita miliki, emas , minyak bumi, gas alam, batu bara, nikel, aspal,dll. Negara – negara lain didunia ini pasti akan iri jika melihat berapa banyak hasil alam yang diberikan oleh Allah SWT bagi negara yang sangat kita cintai. Dengan beberapa potensi yang saya sebutkan diatas tentu tidaklah naïf jika saya menyebut bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan kaya. Tetapi setelah 100 tahun kebangkitan nasional, keadaan bangsa ini sungguh menyayat hati, Indonesia menjadi bangsa yang jauh dari saya harapkan, negara yang seharusnya sejajar dengan negara – negara maju, malah terperosok dalam jajaran negara berkembang ( kalau boleh saya katakan kumpulan negara miskin ). Indonesia hanya disejajarkan dengan negara seperti Filipina, Vietnam, Laos, dan beberapa negara lain dibelahan Afrika. Malaysia yang dulu belajar segalanya dari kita, kini telah jauh berlari. Sedangkan kita masih tetap berada ditempat kita memulai. Perilaku KKN yang sangat kronis, birokrasi yang berbelit – belit hingga iklim investasi yang tidak kondusif. Illegal Logging dan fishing tetap saja terjadi, penimbunan dan penjarahan semakin marak. Penduduknya semakin banyak yang hidup dibawah garis kemiskinan. Seakan – akan ada jurang pemisah yang menganga yang membedakan keduanya. Diberbagai bidang Indonesia mengalami kemunduran. Belum lagi banyaknya bencana alam yang seakan-akan tidak mau lepas dari bangsa ini. Sedemikan complicated – nya permasalahan yang mendera bangsa ini. Inilah beberapa pencapaian buruk kita selama 100 tahun ini. Bagaimanakah hal sedemikian ini terjadi pada bangsa sebesar Indonesia? Jawabannya adalah kesalahan yang sangat berat dalam mengurus bangsa ini. Apakah Indonesiaku akan kembali disegani seperti pada zaman Pak Karno, apakah pembangunan kembali dapat berjalan lancar seperti pada zaman Pak Harto. Tentu bisa jika kita mau berusaha dan berani melakukan perubahan yang radikal.

Sehubungan dengan naiknya kembali harga BBM, penulis membatasi lingkup analisis hanya dalam masalah pertambangan kita saja, yang memang membutuhkan perhatian lebih mendalam. Dibidang pertambangan, kita memiliki segala SDA yang ada. Tetapi seperti kita ketahui dengan pasti, bahwa bukan kitalah yang memegang kendali. Seakan – akan kita adalah penonton yang hanya bisa melihat pertunjukan para perusahaan asing itu mengeruk sumber daya alam kita. Dengan alasan keterbatasan dana dan peralatan untuk pengeksplorasian, pada tahun 1975 Pak Harto memberlakukan UU Penanaman Modal Asing, dimana memperbolehkan pihak asing ikut serta dalam pengolahan SDA. Sejak itulah PT Freeport, Exxon Mobil, Shell dan MNC – MNC lainnya berbondong – bondong masuk ke Indonesia. Dan sejak itu pulalah kita kehilangan kedaulatan mengolah sumber – sumber alam untuk kepentingan dan kemakmuran masyarakat. Mereka membagi – bagi wilayah pertambangan seakan – akan semua itu adalah milik mereka, menunggu untuk dieksplorasi. Kenapa saya mengatakan mengeruk bukan mengeksplorasi, karena system bagi hasil yang mereka berikan sangatlah sedikit bahkan dapat dikatakan hampir tidak ada sama sekali. Kita ambil contoh pertambangan di Tembagapura, yang mana kita ketahui PT Freeport sebagai operatornya. Dalam kontrak karya tersebut system bagi hasil yang mereka berikan sangat kecil dan berlaku sangat panjang (hampir 30 tahun) dan tidak mempedulikan adanya perubahan pada harga emas dan tembaga dunia. Selain itu mereka diperbolehkan untuk memperpanjang kontrak karya tersebut secara berkelanjutan. Bukankah itu sangat konyol, kitalah pemilik SDA ini, tetapi merekalah decision maker – nya. Selain itu, dari dulu hingga sekarang bagian yang diterima bangsa ini tetap sama padahal harga emas sangat tinggi pada pasaran dunia. Ketika kontrak karya tersebut sudah habis, pemerintahan SBY ketika itu berusaha menaikkan bagi hasilnya, tetapi seperti telah dapat kita pastikan hasilnya adalah NOL besar, bahkan PT Freeport mengancam balik dengan mengatakan akan membawa masalah ini ke Arbitrase Internasional. Contoh lainnya adalah Blok Cepu dimana operatornya adalah PT Exxon Mobile. Bagi hasilnya sudah lumayan bagus yaitu 45% buat Exxon dan 45% buat pemerintah dan sisanya masing – masing 5% buat pemda. Yang saya sesalkan disini adalah ketidakpercayaan pemerintah pada perusahaan dalam negeri dimana dalam hal ini Pertamina sudah menyatakan kesanggupannya sebagai operator Blok Cepu, tetapi pemerintah melalui Men ESDM Purnomo Yusgiantoro lebih memilih PT Exxon sebagai operator. Yang lebih lucu adalah Blok Natuna yang mengandung cadangan migas yang besar, bangsa ini hanya diberikan bagi hasil 0%. Dengan alasan komposisi CO2 serta tingkat kesulitan yang tinggi untuk pengeksplorasiannya, mereka membuat system bagi hasil seperti itu dan dapat ditebak pemerintahpun legowo menerimanya. Asalkan Blok tersebut segera dieksplorasi, selesailah permasalahan. Belum lagi kekonyolan – kekonyolan lainnya, seperti kita menghasilkan minyak mentah, yang kita ekspor dengan harga sangat murah, tetapi kita harus membeli dengan sangat mahal ketika minyak tersebut sudah diolah. Itukan sangat konyol, minyak dihasilkan oleh negara kita tetapi kita harus membelinya lagi dengan harga yang mahal. Alasan lama, tentang ketiadaan alat – alat dan keterbatasan SDM kembali digunakan pemerintah. Selama 63 tahun kemerdekaan bangsa ini, apa saja yang telah dilakukan pemerintah. Apakah kita akan terus menyerahkan sumber daya alam kita ini pada pihak asing. Pertanyaan besar yang mungkin juga ada dalam benak saudara sekalian? Seharusnya kita menikmati windfall profit atas kenaikan harga minyak bumi sekarang ini, yang menembus 135$ / barrel seperti negara – negara OPEC lainnya. Tetapi yang terjadi adalah kepanikan bahwa APBN akan segera jebol karena tingginya subsidi BBM yang diberikan. Hampir seperempat dari APBN kita digunakan untuk subsidi tersebut (250 triliun dari APBN kita yang sekitar 1000 triliun itu). Keputusan akhir yang dinilai rasional adalah menaikkan harga BBM untuk mengurangi beban subsidi. Diakhir kata jangan heran jika hal itu yang terjadi karena bukan kitalah penentu kebijakan, tetapi pihak asing yang jelas – jelas tidak akan pernah membela kepentingan negara ini.

Tetapi janganlah kita pesimis dalam membantu pembangunan bangsa ini. Kita harus menjadikan 100 tahun Kebangkitan Nasional sebagai tolak ukur menuju bangsa Indonesia yang lebih baik. Kita perlu memberikan perhatian lebih pada kemiskinan, kebodohan dan ketidakadilan. Dengan cara memberikan pendidikan dan kesehatan murah yang dananya berasal dari penyitaan harta para koruptor, spekulan, pelaku illegal logging dan fishing yang kerap kali merusak bangsa ini. Karena dengan pendidikan dan kesehatan murahlah, akan tumbuh para generasi unggul yang dapat mengangkat bangsa ini. Kita serahkan harga BBM sesuai dengan harga pasar dunia sehingga kita tidak perlu dipusingkan dengan kenaikan minyak dunia dan berapa subsidi yang perlu kita keluarkan. Sekadar informasi, setiap kenaikan 1 $ / barrel, bangsa ini harus mengeluarkan 30 triliun hanya untuk subsidi. Padahal asumsi harga minyak Indonesia (ICP) hanya 105 $ / barrel. Bandingkan dengan harga minyak dunia saat ini yang melesat mencapai 135 $ / barrel. Seberapa besarkah selisihnya, itulah besaran subsidi yang harus dikeluarkan Indonesia. Dengan menyerahkan harga minyak mengikuti harga dunia, secara otomatis kita akan mendapatkan windfall profit yang signifikan jika terjadi kenaikan harga BBM dunia. Uang tersebut digunakan membiayai sektor UKM yang telah lama tenggelam agar bangsa kita ini tidak hanya menjadi penonton dalam percaturan ekonomi nasional (memiliki daya saing). Membangun lapangan pekerjaan bagi ribuan pengangguran kita. Menaikkan gaji pegawai negeri, tentara serta polisi yang selama ini masih sangat kurang. Lagipula memberikan subsidi adalah pembodohan masyarakat yang membentuk masyarakat menjadi masyarakat yang malas dan memiliki ketergantungan yang tinggi. Dengan begitu akan berubah pola pikir masyarakat kita ini, karena masyarakat kita sekarang ini cenderung berpola konsumtif bukan produktif, selain itu jika harga BBM mahal, maka masyarakat akan lebih berhemat dalam gaya hidupnya. Strategi ini akan menurunkan demand akan BBM sendiri, disebabkan penghematan yang dilakukan masyarakat, sedangkan suplai kita tetap sehingga yang terjadi adalah harga BBM dalam negeri akan lebih murah karena berlaku hukum permintaan dan penawaran. Karena selama ini, yang menyebabkan kenaikan harga minyak dunia adalah angka permintaan yang tinggi tetapi stoknya menipis karena beberapa masalah yang menimpa beberapa negara OPEC sehingga harganyapun ikut melambung. Kemudian kita juga harus melakukan langkah radikal dalam bidang pertambangan kita ini, kalau saja Bolivia berani melakukan nasionalisasi pada seluruh perusahaan multinasional yang bercokol di negerinya, kenapa kita tidak dapat mencontohnya. Yang terakhir mungkin bangsa ini haruslah lebih PEDE atas potensi bangsanya sendiri. Dalam kasus blok Cepu adalah bukti yang sahih bahwa bangsa ini memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah. Jelas – jelas Pertamina sudah menyanggupi bahwa mereka siap menjadi operator tetapi pemerintah lebih setuju pada Exxon. Tidak berarti bahwa segala sesuatu yang bersifat ke – Barat – an itu lebih baik, lebih perfect. Dari rasa PEDE itulah bangsa ini perlahan tapi pasti akan menuju ke bangsa yang mandiri yang mana selama ini diidam – idamkan oleh para pendiri negara kita ini. Sudah teramat panjang perjalanan bangsa ini melintasi masa – masa kelam. Saatnya semua elemen menyatukan kekuatan untuk mendorong lokomotif pembangunan yang selama ini berhenti.

Beberapa permasalahan diatas adalah sebagian kecil potret pencapaian negatif bangsa ini dalam menyongsong 100 tahun Kebangkitan Nasional, bangsa yang sangat kerdil dan tidak mempunyai bargaining position di dunia internasional. Dan yang lebih parah lagi, kenaikan harga BBM lah yang dapat diberikan sebagai hadiah dalam menyambut 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Hadiah yang tentunya sangat amat mengejutkan dan menarik perhatian semua pihak. Happy Anniversary 100Th National Awakening, be glory always my beloved country .

*)Mahasiswa Hubungan Internasional ‘07


By HMI Cabang Jember Komisariat Fisipol

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Memberikan Komentar