Kamis, 14 Agustus 2008

SOE HOK GIE

Oleh : Reza F.*)

Banyak sekali tokoh mahasiswa yang dapat kita jadikan contoh ataupun teladan agar kita dapat menjaga sifat–sifat mahasiswa, posisi dan perannya sebagai agent of change and agent of social control, moral force(kekuatan moral), dan iron stock (perangkat keras) suatu bangsa yang memiliki wawasan yang luas, peka dan kritis terhadap berbagai persoalan yang mendera bangsa serta keidealisan itu sendiri sehingga tidak luntur dan hilang dalam menghadapi era globalisasi (Westernisasi) yang mengalir masuk cukup deras pada bangsa ini.

Kita punya banyak sekali angkatan–angkatan mahasiswa yang telah berbuat banyak hal yang sangat prestisius bagi bangsa pada umumnya dan masyarakat pada khususnya. Yang pertama mungkin pergerakan mahasiswa Angkatan ’66 yang meneriakkan Tritura yang dibarengi penggulingan kekuasaan Soekarno yang saat itu sudah ingin berkuasa seumur hidup. Kemudian Angkatan ’74 yang menorehkan tinta sejarah MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari) dengan tuntutan otonomisasi Negara dari intervensi asing dan reaksi atas isu NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus). Lalu gerakan mahasiswa Indonesia Angkatan ’78 yang mengangkat isu realisasi demokrasi, transparansi, akuntabilitas, serta pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dengan icon menolak Soeharto sebagai calon presiden. Dan akhirnya, Angkatan ’98 mampu menghancurkan kekuasaan bercorak militer dan represif rezim orde baru Soeharto dibawah naungan rindangnya “Pohon Beringin” selama 32 tahun. Semua angkatan itu pasti memiliki tokoh kunci yang memiliki sifat kharismatik , leadership dan kepekaan yang tinggi sehingga mampu membakar dan menggelorakan semangat rekan – rekannya untuk melakukan perbaikan pada bangsa ini.

Pada edisi kali ini, penulis berusaha menampilkan salah seorang tokoh kunci Angkatan ’66 yang dikenal karena ketajaman tulisan – tulisannya dalam menyoroti berbagai persoalan yang menghimpit bangsa kita tercinta ini. Beliau adalah SOE HOK GIE. Para pembaca sekalian mungkin bertanya – tanya siapakah beliau ini , dan apa yang telah dilakukannya sehingga pantas disebut sebagai salah seorang tokoh kunci Angkatan ’66.

SOE HOK GIE adalah seorang tokoh muda yang sangat peka dan kritis yang menjadi inspirasi para aktivis – aktivis muda setelahnya baik dalam berpikir ataupun melakukan segala sesuatu. SOE HOK GIE adalah seorang pemuda brilian yang lahir pada tanggal 17 Desember 1947 pada keluarga yang memiliki latar belakang yang akrab dengan dunia pemikiran. Ayahnya Soe Lie Piet ( Salam Sutrawan ) seorang sastrawan dan kakaknya Soe Hok Djien ( Arif Budiman ) intelektual terkemuka. Soe Hok Gie kecil tumbuh dan berkembang dalam kondisi bangsa yang sangat terombang – ambing. Kata – kata revolusioner seringkali didengar dan didengungkan. Tetapi revolusi yang diinginkan tidak kunjung datang, yang ada hanyalah keadaan bangsa yang semakin kacau ( total chaos), angka inflasi yang tinggi ( berada pada kisaran di atas 100 % ) kemiskinan menjadi hal yang mafhum kala itu , dan jerit tangis rakyat kecil tidak dihiraukan

Setiap hari beritanya hanyalah konflik antara AD dan PKI yang semakin meruncing tanpa menghiraukan keadaan bangsa yang semakin kacau

Dengan latar belakang yang sedemikian itulah yang membentuk karakter dari Soe Hok Gie itu sendiri. Peka , kritis , memiliki minat yang luas pada dunia pemikiran dan memiliki karakter yang kuat dan berani sebagai cendekiawan. Beliau masuk dalam kelompok 10 mahasiswa yang diundang ke Istana negara( pada zaman Bung Karno ) dalam diskusi konsep NASAKOM yang macet.. Dan hanya beliaulah yang berani berdebat dengan Bung Karno ketika itu. Mampu berdebat juga dengan Soedjatmoko namun dapat juga larut dalam obrolan dengan tukang putar stensil di fakultasnya

Karier strukturalnya diawali dengan mendirikan organisasi Mahasiswa Pencinta Alam ( MaPaLA UI) bersama rekan – rekannya. Setelah itu pernah menjadi Ketua Senat Fakultas Sastra Universtas Indonesia. Dengan bakat dan kebrilianannya, jabatan sebagai ketua BEM UI mungkin tinggal tunggu waktu saja. Namun dia menolak ketika dicalonkan rekan – rekannya , dan memilih mengajukan salah seorang rekannya yang dianggapnya lebih memiliki kapabilitas yaitu Herman Lantang. Dia lebih memilih berada di balik layar saja. Banyak yang menyayangkan keputusan Soe Hok Gie kala itu. Tetapi Soe Hok Gie lebih memilih menyibukkan dirinya pada dua organisasi yang asyik digelutinya yaitu MaPaLa UI dan sebagai Ketua Senat Fakultas Sastra.

Pada saat peristiwa G 30 S/PKI meletus , dan Tritura mulai banyak didengungkan. Soe Hok Gie dan rekannya Herman Lantang mengadakan demonstrasi damai didepan kantor Kementrian Minyak dan Pertambangan kala itu. Dan berhasil memaksa menterinya untuk menandatangani penolakan terhadap PKI. Ketika Angkatan ’66 telah berhasil menggulingkan rezim Orla, Soe Hok Gie melakukan penelitian untuk karya tulisnya yaitu Makar G 30 S / PKI dan Akibatnya pada Simpatisan PKI yang mana menunjukkan ribuan simpatisan PKI disiksa dan dibunuh secara keji dan termasuk salah satu peristiwa paling berdarah sepanjang sejarah bangsa ini.

Ketika masih menjadi mahasiswa di Jurusan Sejarah UI , ia pernah melancong ke Amerika Serikat atas Undangan Departemen Luar Negeri( Oktober 1968 – Januari 1969). Dalam lawatan itulah ia berkelana ke berbgai kampus penting di Amerika Serikat dan bergaul dengan tokoh – tokoh dan ilmuwan mancanegara.

Soe Hok Gie adalah profil cendekiawan yang selalu gelisah menyaksikan berbagai hiruk pikuk zaman yang selalu menjadikan rakyat sebagai korban. Sayang ia meninggal dalam usia yang masih sangat muda, 27 tahun karena terkena serangan asap beracun dalam pendakian tunggal di Gunung Semeru pada 16 Desember 1969. Beliau meninggal dalam pangkuan salah seorang sahabatnya Herman Lantang yang menyusul melakukan pendakian setelah pulang dari Kalimantan mengadakan penelitian. Ada yang mengatakan Soe Hok Gie sebetulnya meninggal karena dibunuh oleh salah satu intelejen Soeharto karena terlalu kritis dan tulisannya yang berjudul Makar G 30 S / PKI dan Akibatnya pada Simpatisan PKI yang tidak secara langsung menyerang Soeharto sebagai PangKoptamtib kala itu

Sebelum meninggal, ia sempat tercatat sebagai staf pengajar di FSUI. Beberapa kumpulan tulisannya yang sudah dibukukan antara lain yaitu Catatan Seorang Demonstran ( LP3ES), Zaman Peralihan ( Bentang ) , dan skripsinya di tingkat sarjana juga telah dibukukan dengan judul Orang – Orang di Persimpangan Kiri Jalan (Bentang)

Demikianlah yang dapat penulis sajikan. Semoga setelah membaca riwayat salah seorang tokoh kunci Angkatan ’66, kita dapat memahami dan menjadikannya teladan agar kita dapat merintis dan meniru menjadi mahasiswa yang kritis dan peka pada lingkungan sosial , idealis serta berwawasan luas. Kita sebagai mahasiswa jangan hanya mau berargumen dan bersosialisasi dengan sesama mahasiswa saja, tetapi bersosialisasilah dengan orang – orang disekitar yang memiliki berbagai latar belakang dan permasalahan sehingga kita menjadi tahu dan dari tahu itulah kita dapat menjadi peka dan kritis terhadap berbagai persoalan yang datang. Jangan mau kalah dengan anak MIPA, kalau anak MIPA memiliki Laboratorium sebagai tempat penelitian maka kita sebagai anak FISIP juga mempunyai Laboratorium yaitu lingkungan sosial kemasyarakatan sekeliling kita. Moga kita dapat menjadi orang yang berguna pada bangsa pada umumnya, dan masyarakat pada khususnya. HIDUP MAHASISWA!!!!

” LEBIH BAIK DIASINGKAN , DARIPADA MENYERAH PADA KEMUNAFIKAN ”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Memberikan Komentar